Kebangkitan Kristus & Eksistensi Gereja

April 8, 2010

Kebangkitan Kristus sebagai Dasar Gereja

 

 

 

Pendahuluan

 

            Kebangkitan Kristus merupakan topik teologis yang sangat penting bagi iman Kristen. Dapat dikatakan, bahwa jatuh atau bangunnya kredibilitas gereja dalam pengajarannya,  sangat ditentukan oleh fakta kebangkitan Kristus. Itulah sebabnya Paulus berkata: “Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu” (1Kor. 15:17).

            Dalam hubungannya dengan gereja, yang adalah jemaat-Nya, maka kebangkitan Kristus memiliki makna yang sangat mendalam. Tanpa kebangkitan Kristus, tidak mungkin ada gereja; atau jemaat-Nya. Sebaliknya, tanpa gereja (jemaat-Nya), kebangkitan Kristus hanyalah peristiwa yang tidak bermakna. Karena itu, Kebangkitan Kristus dan Gereja memiliki keterkaitan yang sangat erat. Kebangkitan Kristus menjadi dasar bagi gereja, dan harus terejawantah (teraplikasi) dalam kehidupan gereja atau jemaat-Nya.

            Jika demikian, apa makna/arti kebangkitan Kristus sebagai Dasar Gereja (jemaat-Nya)? Sedikitnya ada 2 implikasi Kebangkitan Kristus bagi Gereja/Jemaat-Nya:

 

1. Eksistensi Gereja ditentukan oleh Historisitas Kebangkitan Kristus.

 

            Selain doktrin Trinitas, doktrin kebangkitan Kristus merupakan topik yang sering kali menjadi perdebatan serius dalam teologi Kristen sepanjang sejarah gereja. Pertanyaan yang sering diajukan adalah “benarkah Kristus bangkit secara jasmani?”

            Sekalipun kebangkitan Kristus menjadi topik yang selalu diperdebatkan dan diserang oleh banyak sarjana modern, tetapi sanggahan mereka tidak mampu menghapus fakta sejarah kebangkitan Kristus; sebaliknya sanggahan mereka meneguhkan kebangkitan Kristus.

            Sebagai contoh: Kekristenan Ortodoks mengatakan bahwa “kubur kosong” membuktikan Kristus bangkit; tetapi sarjana modern mengatakan, “Kebangkitan Kristus tidak dapat dibuktikan oleh kubur kosong, karena para murid ternyata menemukan kubur yang salah. Kubur itu adalah kubur batu yang baru digali, sehingga masih kosong!  Karena kosong, maka para murid beranggapan Kristus telah bangkit!

            Ini merupakan suatu argumentasi yang dangkal, sebab jika sarjana modern mengetahui kubur Yesus yang sesungguhnya, mengapa mereka tidak menunjukkannya? Bukankah orang Yahudi pada masa Yesus akan lebih dahulu menyanggah kesaksian para murid, bahwa Kristus sebenarnya tidak bangkit karena kubur kosong yang mereka jumpai bukanlah kubur Kristus! Bahkan para arkeolog masa kini yang berusaha menyanggah kebangkitan Kristus pun, tidak memiliki bukti yang valid soal kubur Yesus; seperti ditemukannya “Makam Talpiot” (Makam yang diakui sebagai makam Yesus dan keluarganya).

            Tidak ada penjelasan rasional yang dapat dipertanggungjawabkan tentang kebangkitan Kristus, selain dari Implikasi kebangkitan Kristus itu sendiri; seperti yang ditulis Paulus dalam 1 Korintus 15 ini. Kebangkitan Kristus telah:

1.       Mengubah hidup para murid

2.       Mengubah orang yang skeptis dan membenci-Nya (Yakobus & Paulus)

3.       Meneguhkan ajaran dan jati diri-Nya

4.       Memunculkan gereja/kumpulan orang percaya

Jika kita meneliti lebih mendalam siapakah orang-orang percaya perdana (para murid), maka kita akan berkesimpulan, bahwa tidak ada penjelasan rasional yang membawa mereka dapat mempercayai Yesus sebagai Tuhan/Mesias, percaya pada Trinitas, Ibadah pada hari minggu, bahkan rela dikucilkan dari masyarakatnya, selain karena mereka percaya pada fakta bahwa Yesus telah bangkit dan mengubah hidup mereka. Salah satu buku yang cukup baik menjelaskan perubahan ini adalah tulisan Larry Hutardo, “How on Earth Did Jesus Become a God?” atau “Lord Jesus Christ: Devotion to Jesus in the earliest Christianity.”

            Seorang sarjana teologi dan filsafat Kristen, J. P. Moreland juga mengatakan: “Bagaimana orang Yahudi dapat mendirikan Gereja, Ibadah Minggu, Kepercayaan pada Trinitas, rela dikucilkan dari masyarakatnya; kecuali karena kebangkitan Kristus. Ini adalah satu-satunya penjelasan yang rasional.” Demikian pula C. F. D. Moule, seorang professor dari Cambridge University, berpendapat: “Jika keberadaan Gereja … membuat sebuah lubang besar sejarah, sebuah lubang dengan ukuran dan bentuk kebangkitan, apa yang ditawarkan oleh sejarahwan sekuler untuk menghentikannya?”

            Pernyataan para sarjana ini menegaskan bahwa Kebangkitan Kristus telah melahirkan gereja; yang berarti eksistensi gereja ditentukan oleh Kebangkitan Kristus; sehingga Kebangkitan Kristus tidak dapat dipisahkan dari eksistensi gereja.  Gereja eksis karena kebangkitan Kristus; dan kebangkitan Kristus harus terejawantah dalam kehidupan gereja masa kini. Karena itu, efektivitas dan produkivitas gereja di tengah-tengah dunia ini sangat dipengaruhi oleh penghayatannya terhadap kebangkitan Kristus.

 

2. Efektivitas dan Produktivitas Gereja dipengaruhi oleh Penghayatannya terhadap Makna Kebangkitan Kristus.

 

            Karena Kebangkitan Kristus adalah dasar bagi eksistensi gereja, maka gereja harus memiliki penghayatan dan pengimplementasian yang benar terhadap kebangkitan Kristus. Dalam sejarahnya, Implikasi dan implementasi Kebangkitan Kristus dalam gereja dapat tercermin dari perkembangan dan penghayatanya.

1.       Gereja pada Era Rasuli (Gereja Purba) – Kebangkitan Kristus mengubah paradigma dan kehidupan mereka (Bdk. Kis. 4:7-10).

2.       Gereja pada Era Bapa-bapa Gereja – Kebangkitan Kristus menjadi perdebatan filosofis (Muncul konsili-konsili).

3.       Gereja dalam Era Reformasi – Kebangkitan Kristus menjadi tonggak 5 Sola (sola gratia, sola fide, sola scriptura, solus Christus, dan soli Deo Gloria), yang dimulai dari “pertobatan” Martin Luther (Rm. 1:16-17).

4.       Gereja dalam Era Post-Reformasi/Modern – Kebangkitan Kristus adalah kebangkitan intuitif/perasaan para murid terhadap Yesus (muncullah studi Yesus sejarah).

5.       Gereja dalam Era Postmodernisme – Kebangkitan Kristus menjadi sebuah kenangan, efek psikologis, dan teatrikal (seni).

 

Ini merupakan cerminan tentang pergeseran penghayatan gereja terhadap Kebangkitan Kristus yang berdapak pada efektifitas dan produktifitas gereja terhadap perannya di dunia. Sudah sekian abad, gereja berada dalam dunia ini, tetapi tidak memiliki dampak signifikan dalam mempengaruhi gereja. Apa sebabnya? Karena gereja tidak lagi menghayati Kebangkitan Kristus seperti gereja Purba (Era Rasuli); yakni kebangkitan mengubah Paragdima hidup mereka. Mereka tidak hanya berjuang untuk mempertahankan doktrin Kebangkitan Kristus, tetapi juga menghayatinya dalam kehidupan mereka.

Sekalipun gereja masa kini sering kali tidak tepat dmenghayati kebangkitan Kristus, bukan berarti tidak ada orang yang menghayatinya dengan benar. Beberapa di antaranya adalah:

·         Phillips Brooks: “Kebenaran besar PASKAH bukanlah [hanya] bahwa kita akan hidup secara baru setelah kematian—itu bukanlah hal besarnya—melainkan bahwa kita akan menjadi baru DI SINI dan SEKARANG oleh kuasa kebangkitan; bukan semata-mata bahwa kita akan hidup untuk selama-lamanya, sebagaimana kita memang akan demikian; tetapi kita dapat hidup mulia sekarang karena kita akan hidup untuk selama-lamanya.”

·         D. William Sangster: “Betapa mengerikan bangun pada hari Paskah, tetapi tidak memiliki suara untuk berteriak ‘DIA SUDAH BANGKIT!’ Tetapi lebih buruk lagi, bila memiliki suara tetapi tidak ingin berteriak.

Pernyataan keduanya menyiratkan bahwa kebangkitan Kristus tidak cukup hanya diingat atau diperingati saja, tetapi harus menjadi dasar gereja dan teraplikasi di dalamnya, dengan perubahan paradigma kehidupan jemaat-Nya; sehingga melalu gereja, dunia mengenal kuasa kebangkitan-Nya (Flp. 3:10-14).

 

Aplikasi.

 

            Bagaimana dengan kita hari ini? Jika kita mengakui bahwa Kebangkitan Kristus adalah dasar gereja, maka kita harus memiliki penghayatan yang nyata dalam hidup kita sebagai jemaat-Nya. Biarlah Kebangkitan Kristus mengubah paradigma kita dalam menjalani kehidupan, sehingga kita sebagai gereja-Nya memiliki dampak yang signifikan dalam dunia ini.

 

Beyond The Death

May 18, 2009

Beyond The Death:

Kebangkitan Yesus Kristus Dalam Pandangan Paulus

Berdasarkan 1 Korintus 15:1-58.

Oleh: Ev. Liem Sien Liong

 

 

I. Pendahuluan

 

                Kota Korintus merupakan kota perdagangan yang memiliki letak strategis, yang menghubungkan daratan utama Yunani dengan kepulauan Peloponesos. Kota Korintus lama pernah mengalami kehancuran di tahun 146 sM oleh Lucius Mumius Akhayus, tetapi kemudian di bangun kembali oleh Julius Caesar pada tahun 46 sM. Sebagai kota dagang yang strategis, maka kota ini sangat tepat bagi Paulus untuk memberitakan Injil Yesus Kristus.  

Paulus mendirikan jemaat Korintus sekitar tahun 50 M dalam perjalanan misinya yang kedua. Menurut catatan Lukas, Paulus tinggal di Korintus sekitar 1, 5 tahun untuk mengajar dan memberitakan Injil kepada orang Yahudi maupun Yunani; dan banyak orang Korintus yang percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat mereka (Kis. 18:8-11).

Namun, setelah kepergian Paulus dari kota tersebut, jemaat Korintus menghadapi ketidakpastian tentang doktrin kebangkitan orang mati. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh kepercayaan Yunani pada masa itu yang mengajarkan bahwa setelah kematian, jiwa seseorang akan memasuki keabadian. Mereka mempercayai doktrin keabadian jiwa, tetapi menolak kebangkitan tubuh, karena tubuh dianggap penjara jiwa dan berdosa. Pengaruh ini cukup membingungkan jemaat Korintus perihal kebangkitan orang mati, sehingga mendorong Paulus menasihatkan: “Janganlah kamu sesat; pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik” (1Kor. 15:33).[1] Apa yang Paulus jelaskan kepada jemaat di Korintus tentang kebangkitan orang mati?

 

II. Kebangkitan Yesus Kristus

 

                Oleh karena kebangkitan Yesus Kristus adalah dasar bagi kebangkitan orang percaya, maka Paulus memulai penjelasannya tentang originalitas dan fakta kebangkitan Kristus sebagai dalil untuk menjelaskan realitas kebangkitan orang mati.

Pertama,  Argumentasi Kitab Suci (1Kor. 15:3-4). Menurut Paulus, ajaran tentang kebangkitan Yesus Kristus tidak dapat disejajarkan dengan cerita mitos atau legenda seperti yang terdapat dalam kepercayaan-kepercayaan paganisme pada umumnya. Sebaliknya, Paulus menegaskan bahwa kebangkitan Kristus merupakan kepercayaan yang bersejarah yang dinyatakan melalui nubuatan para nabi Allah yang dicatat di dalam Kitab Suci. Karena itu, istilah “sesuai dengan Kitab Suci” (1Kor. 15:3-4) menegaskan bahwa doktrin kebangkitan Yesus Kristus bukan hasil filosofi manusia atau kepercayaan yang tidak jelas originalitasnya, melainkan kepercayaan yang berakar pada kepercayaan umat yang bersejarah (PL).[2]

Kedua, Argumentasi Penampakan Yesus Kristus (1Kor. 15:5-9). Selain menjelaskan originalitas ajaran tentang kebangkitan orang mati, Paulus membeberkan adanya fakta kebangkitan Yesus Kristus melalui penampakan diri-Nya.”[3]

(1)    Yesus Kristus menampakkan diri-Nya kepada Kefas (Petrus).

(2)    Yesus Kristus menampakkan diri-Nya kepada kedua belas rasul.

(3)    Yesus Kristus menampakkan diri-Nya kepada lebih dari 500 saudara sekaligus; dan pada saat surat Korintus pertama ini ditulis, sebagian besar dari mereka masih hidup.

(4)    Yesus Kristus menampakkan diri-Nya kepada Yakobus

(5)    Yesus Kristus menampakkan diri-Nya kepada Paulus.

Catatan sejumlah saksi mata tersebut dipakai oleh Paulus untuk menepis keraguan jemaat tentang fakta kebangkitan Yesus Kristus.  (i) Paulus menyebut nama “Kefas” (Petrus) sebagai saksi mata,[4] karena jemaat Korintus mengenalnya sebagai pimpinan kelompok para rasul. Dengan kata lain, mereka dapat secara langsung mengkonfirmasikan fakta tersebut kepada Kefas. (ii) Jika mereka masih ragu, mereka dapat mengkonfirmasikannya kepada semua rasul. (iii) Jika mereka menginginkan bukti lebih, selain dari para rasul, maka mereka dapat mencari informasi dan saksi mata yang masih hidup. (iv) Bukti yang sangat baik adalah fakta kebangkitan dan penampakkan diri Yesus Kristus telah mengubah kehidupan Yakobus maupun Paulus sendiri; dari orang yang skeptis dan membenci Yesus, sekarang menjadi orang yang mengasihi dan berani mati demi Injil Yesus Kristus.[5] Dengan membeberkan fakta tersebut, Paulus ingin mengatakan bahwa penampakan Yesus Kristus bukanlah rekayasa teologis maupun filosofis para rasul, melainkan fakta sejarah yang memiliki banyak saksi mata.

 

III. Korelasi Kebangkitan Yesus Kristus,  keimanan Jemaat Korintus & Pelayanan Paulus

 

                Untuk lebih mengerti fakta kebangkitan Yesus Kristus, maka Paulus melanjutkan argumentasinya dengan konsistensi logis, antara kebangkitan Yesus Kristus, iman jemaat Korintus dan pemberitaan Injil.

 

A.      Konsistensi Logis 1 (negatif) adalah, “jika sungguh-sungguh tidak ada kebangkitan orang mati, maka Yesus Kristus juga tidak bangkit. Jika Yesus Kristus tidak bangkit, maka kepercayaan dan ibadah mereka menjadi sia-sia, mereka tetap dalam dosa; dan mereka adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia (1Kor. 15:12-19, 29-32).

B.      Konsistensi Logis 2 (positif) adalah “jika Yesus Kristus sungguh-sungguh bangkit, maka ada kebangkitan orang mati dan iman mereka tidak sia-sia. Kebangkitan Kristus merupakan dasar bagi kebangkitan orang percaya. Kebangkitan Yesus Kristus adalah jaminan bahwa maut telah dikalahkan (1Kor. 20-28).

C.      Konsistensi Logis 3 (Pemberitaan Injil Paulus) secara positif adalah, “karena Yesus Kristus sungguh-sungguh bangkit, maka Paulus rela berjuang demi Injil, sebab segala jerih payahnya tidak akan sia-sia (1Kor. 15:32; 58). Secara negatif berarti: “jika Yesus Kristus tidak sungguh-sungguh bangkit, maka untuk apa Paulus berjuang dan rela menderita demi pemberitaan Injil Tuhan?” Yang benar adalah “Yesus Kristus telah bangkit dari antara orang mati sebagai yang sulung” (1Kor. 15: ). Karena itulah Paulus rela menderita demi pemberitaan Injil.[6]

 

IV. Tubuh Kebangkitan

 

                Fakta kebangkitan Yesus Kristus tidak dapat disangsikan lagi oleh jemaat Korintus; namun mereka masih menghadapi keraguan tentang wujud tubuh kebangkitan tersebut. Jika tubuh mereka telah hancur (mungkin karena dimakan binatang buas, dibakar/kremasi, atau lainnya), dengan tubuh apakah mereka akan dibangkitkan? Karena keraguan dan ketidakmengertian mereka, maka Paulus mengecam mereka dengan mengatakan: “Hai orang bodoh! Apa yang engkau sendiri taburkan, tidak akan tumbuh dan hidup, kalau ia tidak mati dulu” (ay. 36).

                Untuk menjelaskan tentang tubuh kebangkitan, maka Paulus memberikan sebuah perbandingan, baik secara natural dan rohani (ay. 37-54).  Ia menjelaskan bahwa: (1) Tidak semua daging makhluk hidup adalah sama; daging manusia berbeda dari daging burung ataupun ikan. (2) Tidak semua tubuh adalah sama; ada tubuh jasmani (alamiah), tetapi ada pula tubuh rohani (sorgawi). (3) Tidak semua keberadaan (tubuh) adalah binasa; ada yang binasa, tetapi ada yang tidak binasa.  Dengan perbandingan tersebut, Paulus menjelaskan bahwa setelah peristiwa kebangkitan, Kristus maupun orang percaya tidak lagi mengenakan tubuh yang alamiah (berdarah-daging), yakni tubuh yang dapat binasa; melainkan tubuh rohani (sorgawi); yakni tubuh kemuliaan yang tidak binasa. Bahkan hal yang serupa juga dialami orang percaya yang masih hidup sampai Kristus datang, walaupun mereka tidak mengalami kematian, namun mereka akan diubahkan dari mengenakan tubuh yang dapat binasa (darah dan daging) mengenakan tubuh yang tidak dapat binasa (tubuh kemuliaan). Jadi, meskipun tubuh jasmaniah orang percaya hancur, pada waktu kebangkitan orang mati mereka mengenakan tubuh yang baru, yakni tubuh kemuliaan (sorgawi), yang tidak dapat binasa. Itulah sebab Paulus menyatakan, bahwa di dalam Kristus, maut telah dikalahkan; dan ini menjadi penghiburan bagi orang-orang percaya.

 

V. Penutup

 

                Kebangkitan Kristus merupakan peristiwa sejarah yang tidak dapat disangkali oleh siapapun. Kebangkitan Kristus telah mengubah banyak orang (termasuk orang yang membenci dan meragukan-Nya) dan memberikan pengharapan yang pasti tentang kehidupan orang percaya di masa depan. Kebangkitan Kristus merupakan jaminan bagi kebangkitan orang percaya. Karena itu, jemaat mula-mula tidak pernah putus asa dalam menghadapi ancaman dan kematian karena membela iman dan kepercayaan mereka di dalam Yesus Kristus. Sebaliknya, mereka semakin giat di dalam pelayanan dan pekerjaan yang Tuhan berikan kepada mereka. Mereka sadar bahwa semua manusia pasti akan menghadapi kematian, tetapi di dalam Kristus sajalah ada kehidupan kekal. Itulah sebabnya Paulus berkata, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan, jerih payahmu tidak akan sia-sia (1Kor. 15:58).



[1]Istilah “pergaulan” yang Paulus gunakan dalam nasihatnya tidak sekedar menjelaskan tentang relasi atau hubungan antar teman, tetapi lebih mengacu pada aktivitas bertukar pikiran, sehingga seseorang yang tidak memiliki pandangan yang cukup baik akan menerima pandangan orang lain yang lebih baik. Ada kemungkinan jemaat Tuhan di Korintus mengalami keraguan terhadap kebangkitan orang mati, setelah bertukar pikiran dengan penganut kepercayaan agama Yunani.

[2]Misalnya, Mazmur 16:10-11; Yesaya 53; Hosea 6:2; bdk. Matius 12:38-41. Edwin Yamauchi, seorang pakar kepercayaan timur kuno, menyatakan bahwa doktrin kebangkitan tubuh / orang mati dalam kepercayaan Israel merupakan doktrin yang original berasal dari Israel dan tidak dipengaruhi oleh kepercayaan Persia maupun Mesir [lih. “Life, Death and the afterlife in the ancient near east” dalam Life in the Face of the Death (ed. Richard N. Longenecker; Grand Rapids: Eerdmans, 1998) 46-49].

[3]Catatan Paulus tentang peristiwa penampakan Yesus secara tidak langsung menggugurkan asumsi modern yang mengakui bahwa para murid sedang berhalusinasi berjumpa dengan Guru mereka, karena kesediahan yang mendalam. Halusinasi tidak mungkin terjadi pada orang yang berbeda dalam jumlah besar, berbeda tempat dan sekaligus bersamaan (lih. Josh McDowel, Kekristenan: Sejarah atau Dongeng [Jakarta: Gunung Mulia, 2002] 16-17).

[4]Jemaat Korintus dimungkinkan telah mengenal Petrus (Kefas) sebagai pemimpin para rasul (bdk. 1Kor. 1:12), sehingga kesaksian Paulus tentang kebangkitan Yesus Kristus dapat secara langsung dikonfirmasikan dengan Petrus.

[5]Menurut catatan sejarah yang ditulis oleh Yosephus menjelaskan bahwa Yakobus (Saudara Tuhan Yesus) adalah pemimpin gereja di Yerusalem yang rela mati demi kepercayaan kepada saudaranya. Catatan sejarah ini membuktikan, jika Yesus Kristus tidak bangkit dan menampakkan diri kepada Yakobus, maka tidak mungkin Yakobus rela menderita demi kepercayaannya yang tidak masuk akal (lih. Lee Strobel, Pembuktian Atas Kebenaran Kristus [Batam: Gospel Press, 2002] 322-324).

[6]Paulus adalah orang farisi yang terkenal karena sangat membenci pengikut Yesus Kristus. Namun perjumpaannya dengan Yesus Kristus yang bangkit telah mengubah hidupnya dan menjadikannya pengikut Yesus Kristus yang rela menderita demi Injil-Nya. Jika Yesus Kristus tidak bangkit dan menampakkan diri kepada-Nya, bagaimana mungkin ia giat memberitakan Injil yang semula dibencinya?

 

My Identity

Liem Sien Liong
Surabaya
Liem Sien Liong

Categories

Recent Posts